Antara Ucapan Selamat Tahun Baru Masehi Dan Tahun Baru Hijriyyah (1)
Andaikan
bisa, inginnya mata ini tidak melihat maraknya spanduk-spanduk ucapan
selamat tahun baru masehi dan natal yang bermunculan di jalan-jalan.
Demikian juga kartu-kartu ucapan dan hiasan-hiasan untuk merayakan satu
paket syi’ar kekufuran nashara itu (tahun baru masehi dan natal).
Andaikan bisa, kita berharap itu semua tidak nongol di
toko-toko buku, di pusat-pusat perbelanjaan, di kantor pos dan di
tengah-tengah masyarakat. Tapi.. itu adalah kenyataan yang tidak bisa
dipungkiri di zaman ini! Demikianlah keadaan banyak masyarakat kita,
sebenarnya mereka sangat butuh dakwah.
Sobat, akankah kita berdiam diri? Cuek tak hiraukan mereka? Akankah
kita biarkan orang yang membocorkan kapal induk yang kita naiki? Kalla tsumma kalla! Mari
sebarkan dakwah, tebarkan air ilmu penyejuk hati! Berikan pencerahan
kepada mereka, pahamkan tentang keindahan Islam, sayangi mereka! Kasihi
mereka!
Kenalkan kepada mereka tentang hak-hak Rabb-nya! Sampaikan
bimbingan-bimbingan Ulama Rabbani umat ini dan perdengarkan
peringatan-peringatan mereka yang penuh kasih dan sayang. Karena mereka
(para Ulama) lah orang-orang yang telah Allah muliakan dengan ilmu dan
amal di tengah-tengah umat ini.
Permisalan Ulama
Ketahuilah wahai saudaraku!
Permisalan Ulama di muka bumi ini ibarat bintang di langit
Ibnu Rajab rahimahullah menjelaskan tentang keberadaan Ulama
yang dipermisalkan dengan bintang di langit tersebut, bahwa : “Bintang
memiliki tiga faedah, yaitu : diikuti dalam kegelapan, perhiasan langit,
pelempar setan yang mencuri berita dari langit. Dan Ulama di muka bumi
pun juga demikian, terkumpul pada diri mereka tiga sifat mirip seperti
sifat bintang, yaitu : Mereka diikuti di dalam kegelapan (kebodohan dan
kemaksiatan-pent). Mereka adalah perhiasan di muka bumi (menghiasinya
dengan ilmu dan amal mereka-pent). Dan mereka pelempar (membantah-pent)
setan yang mencampur-adukkan kebenaran dengan kebatilan dan memasukkan
ke dalam agama Islam kotoran yang berasal dari pengikut hawa nafsu”
(dinukil dari Majmu’ur Rasaail Al-Hafidz Ibni Rajab, Maktabah Islamiyyah Syamilah, http://sh.rewayat2.com/gwame3/Web/32689/001.htm).
Selama Allah masih menjaga para Ulama Rabbani, maka cahaya petunjuk
dan kebaikan pun akan tetap ada.Dan selama Umat ini mendengarkan nasehat
dan fatwa Ulama,maka kebaikanpun akan tetap tersebar di tengah Umat
ini. Mari kita simak petunjuk-petunjuk mereka! Simaklah, apa kata Ulama
tentang hukum mengucapkan ucapan selamat untuk tahun baru Hijriyyah.
Fatwa para Ulama
Sebelum kami bawakan penjelasan Ulama tentang hal ini, perlu
diketahui bahwa yang dimaksud dengan “ucapan selamat” disini umum
cakupannya, meliputi seluruh bentuk lafadz yang menggembirakan
pendengarnya dan dikenal secara adat bahwa itu ucapan selamat yang baik.
Pada asalnya kalimat ini bukanlah kalimat yang terlarang dalam
syari’at.
Berikut penjelasan Syaikh Prof. Dr. Ibrahim Ar-Ruhaili hafizhahullah
ketika menjelaskan hukum ucapan selamat tahun baru Hijriyyah: “Hukum
ucapan selamat tahun baru (Hijriyyah) di awal bulan ini (Muharram):
Tidak ada dalil yang menunjukkan disyari’atkannya memberi ucapan selamat
tahun baru (Hijriyyah), sebagaimana pula tidak pernah dinukilkan
satupun riwayat dari salafush shalih tentang hal ini. (Perlu diketahui),
akhir-akhir ini marak tersebar ucapan selamat untuk menyambut tahun
baru Hijriyyah, yang diucapkan oleh sebagian orang: ‘Kullu ‘amin wa antum bikhairin‘
(Semoga Anda berada dalam kebaikan sepanjang tahun), sedangkan ulama
berbeda pendapat dalam memandang hukumnya, (sebagai berikut):
-
Sebagian Ulama ada yang memandang bahwa pemberian ucapan
selamat tahun baru Hijriyyah ini adalah masalah adat kebiasaan
masyarakat saja, tidak ada hubungannya dengan masalah Syari’at, oleh
karena itu tidak bisa dikategorikan bid’ah.
Diantara Ulama yang berpendapat seperti ini adalah Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin, dalam sebagian fatwa beliau. Oleh karena itulah, tidak mengapa (seseorang memberikan) ucapan selamat tahun baru Hijriyyah (asalkan) tidak meyakininya sebagai Sunnah. Sebagaimana selayaknya orang yang mendapatkan ucapan selamat ‘Kullu ‘Amin wa Antum bikhoirin‘ (Semoga Anda berada dalam kebaikan sepanjang tahun) membalasnya dengan do’a : ‘Semoga yang kita dapatkan tahun kebaikan dan barakah‘ (Liqo`ul babil Maftuh :93, Kamis, 25 Dzul Hijjah 1415 H)
-
Sebagian Ulama ada pula yang berpendapat, bahwa
pemberian ucapan selamat tahun baru Hijriyyah ini tidak pernah dikenal
oleh Salafush Shalih, oleh karena itu tidak selayaknya mendahului
mengucapkannya.
Adapun orang yang didahului diberi ucapan selamat :’Kullu ‘amin wa antum bikhoirin‘ (Semoga Anda berada dalam kebaikan sepanjang tahun), maka tidak mengapa ia membalasnya dengan ucapan: ‘Semoga Andapun juga demikian‘ atau ucapan yang semisal itu. Dengan pendapat inilah Syaikh Abdul Aziz bin Baz berfatwa dalam sebagian jawaban beliau tentang hukum memberi ucapan selamat tahun baru (Hijriyyah). (Lihat website resmi Syaikh Bin Baz).
-
Sebagian Ulama yang lain ada yang berpendapat melarang
pemberian ucapan selamat tahun baru Hijriyyah, dan mengkategorikannya
sebagai sebuah kebid’ahan, karena tidak ada Syari’atnya, disamping juga
tidak ada dasar dari ucapan Salafush Shalih dan dikarenakan padanya
terdapat bentuk tasyabbuh (menyerupai) nashara di dalam pemberian ucapan selamat tahun baru masehi.
Pendapat ini didasarkan pada pengkategorian ucapan selamat tersebut ke dalam perkara ibadah yang tidak berdalil,maka ini termasuk bid’ah dan perkara baru yang diada-adakan dalam urusan agama Islam. Dengan pendapat ini Syaikh Shalih Al-Fauzan berfatwa dalam sebagian fatwa beliau (lihat di website resmi Syaikh Shalih Al-Fauzan).
Pendapat yang rajih
Bahwa memberi ucapan selamat ketika mendapatkan
kenikmatan baru, pada asalnya memang perkara adat kebiasaan semata, yang
tidak diperintahkan atau tidak dilarang dalam Syari’at ini. Kemudian,
sebenarnya seseorang, (jika memberi ucapan selamat tersebut-pent)
terkadang justru bisa mendapatkan pahala, hal ini ditinjau dari sisi
bahwa ia menyenangkan hati seorang Muslim.
Adapun jika pemberian ucapan selamat itu sudah dikaitkan
dengan momen-momen tertentu, maka ini (barulah -pent) ada perinciannya,
yaitu :
- Jika ucapan selamat itu terkait dengan hari raya Iedul Fithri dan Adha, maka ada dasarnya dalam Syari’at dan telah dinukilkan riwayat dari sebagian Salaf yang memperkuat hal itu.
- Adapun jika ucapan selamat itu terkait dengan perkara selain kedua
hari raya tersebut, seperti awal tahun baru Hijriyyah, awal tahun ajaran
baru, ataupun selesainya masa liburan sekolah, maka tentunya tidak di
syari’atkan dalam agama Islam ini. Jika demikian, hukumnya berkisar
antara ‘boleh’ dan ‘bid’ah’.
Adapun ulama yang berpendapat boleh, beralasan karena hal ini tersmasuk perkara adat dalam pandangannya, tidak masuk dalam kategori bid’ah. Sedangkan ulama yang berpendapat bid’ah, alasannya karena ini termasuk perkara baru dalam beragama Islam. Yang tidak pernah dikenal di zaman Nabi صلى الله عليه وسلم dan Salafaush Shalih. Padahal pada waktu itu ada faktor pendorong untuk memberi ucapan selamat.
Dan pendapat yang melarang pemberian ucapan selamat
itulah yang menenangkan jiwa (dan merupakan pendapat terkuat). Karena
adanya beberapa alasan (yang bisa disimpulkan-pent) berikut ini:
- Jika pemberian ucapan selamat itu dilakukan secara terus-menerus (setiap berulangnya momentnya), maka berarti ada unsur menyerupai ucapan selamat hari raya Iedul Fithri dan Adha, (karena) dalam definisi bid’ah disebutkan (oleh Ulama-pent): “bid’ah adalah tata cara dalam beragama Islam yang diada-d-adakan (baru) yang menyerupai Syari’at da adalah berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah Ta’ala” (Al-I’thisham, As-Syathibi 1/37).
- Ada unsur tasyabbuh (menyerupai) kaum Nasrani, yang sebagian mereka mengucapkan ucapan selamat tahun baru masehi kepada sebagian yang lainnya. Sedangkan hukum menyerupai (tasyabbuh) kaum Nasrani (dalam perkara yang menjadi ciri khas mereka-pent) adalah diharamkan dalam agama kita.
- Ketika pemberian ucapan selamat itu dilakukan secara terus-menerus dan tersebar kebiasaan tersebut di tengah-tengah masyarakat, dikhawatirkan ucapan selamat itu kelak, disangka termasuk perkara yang disyari’atkan dalam Islam. Terkadang bisa sebagai perantara munculnya perayaan tahun baru Hijriyyah dan dijadikan sebuah hari raya yang dirayakan. Dan hal ini terlarang.
- Pemberian ucapan selamat tersebut jika ditinggalkan, maka termasuk langkah berhati-hati dalam beragama Islam, karena jika suatu hukum berkisar diantara dugaan boleh atau bid’ah, maka langkah hati-hatinya adalah dengan meninggalkannya.Karena kalaupun seandainya yang benar hukumnya boleh sekalipun, maka berhati-hati meninggalkannyapun, pada asalnya bukan hal yang terlarang, disamping itu akan mendapatkan (keuntungan) terhindarnya dari terjatuh dalam bid’ah. (Keuntungan yang seperti ini tidak didapatkan) jika seseorang memilih pendapat bolehnya pemberian ucapan selamat tersebut.
(Demikian penjelasan Syaikh Ibrahim Ar Ruhaili, dikutip dari http://www.al-rehaili.net/rehaili/index.php?page=article&action=article&article=23).
Nah, jika ucapan “Selamat tahun baru Hijriyyah”
saja ada Ulama yang menyatakan keharamannya, -diantaranya- karena
alasan menyerupai (tasyabbuh) kaum nashara dalam mengucapkan
ucapan selamat tahun baru masehi, maka bagaimana lagi hukum mengucapkan
selamat tahun baru masehi, yang jelas-jelas syi’ar agama nashara itu
sendiri?
Kalau ucapan “Selamat tahun baru Hijriyyah” saja -yang
tahun Hijriyyah-nya itu sendiri adalah syi’ar kaum Muslimin-, ada Ulama
yang menyatakan keharamannya, karena mengucapkannya termasuk bid’ah,
bagaimana lagi dengan mengucapkan selamat tahun baru Masehi, yang
jelas-jelas syi’ar agama nashara tersebut?
Wallahu a’lam.
[Bersambung ke Antara Ucapan Selamat Tahun Baru Masehi Dan Tahun Baru Hijriyyah (2) ]
—
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukkasyah
Artikel Muslim.Or.Id
0 Komentar