Buku Tamu

Berterimakasihlah Kepada Manusia

Berterimakasihlah Kepada Manusia

Berterimakasih kepada manusia

Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang telah berbuat kebaikan kepada kalian, hendaklah kalian membalasnya. Jika kalian tidak mampu membalasnya, berdoalah untuknya, hingga kalian tahu bahwa kalian telah bersyukur. Allah adalah Dzat Yang Maha Tahu berterima kasih dan sangat cinta kepada orang-orang yang bersyukur.” (HR. Thabrani).

Orang tua menjadi perantara kelahiran kita ke dunia. Tidak semua orang tua seideal yang diharapkan. Namun, darah dagingnya ada di dalam tubuh kita. Kita harus berterimakasih kepada mereka dengan sekuat tenaga. Sikap berterimakasih kita adalah dengan membawa mereka menjadi calon penghuni surga. Demikianlah bentuk sikap mensyukuri kebaikan orang tua kita dan bentuk rasa syukur kita kepada Allah Swt.

Dunia pasti berakhir. Perpisahan antara orang tua dengan anak pasti terjadi. Namun, itu hanya di dunia saja. Pertemuan dan perkumpulan bisa terjadi kembali di akhirat sana dan bisa juga tidak. Sedang, kebahagiaan yang besar adalah apabila orang tua dan anaknya bisa berkumpul kembali di surga. Oleh karena itulah Allah Swt berfirman,

 يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارً۬ا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُ عَلَيۡہَا مَلَـٰٓٮِٕكَةٌ غِلَاظٌ۬ شِدَادٌ۬ لَّا يَعۡصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمۡ وَيَفۡعَلُونَ مَا يُؤۡمَرُونَ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.(QS. At Tahriim [66]: 6).

Firman Allah Swt di atas menunjukkan bahwa kita diperintahkan untuk mengajak keluarga kita menuju surga.

Ada orang yang meminjam motor di pagi hari. Kemudian ia mengembalikan motor itu kepada pemiliknya di sore hari dalam keadaan sangat kotor, bensin habis, spion bengkok, ban belakang bocor dan jok tergores. Kira-kira apa yang dirasakan sang pemilik motor? Bisa dipastikan ia kapok meminjamkan motor bahkan barang-barang lainnya kepada orang tersebut.

Bandingkan dengan orang yang meminjam motor. Kemudian saat mengembalikannya, tanpa disisipi niat pamrih, motor itu dikembalikan dalam keadaan bersih mengkilap karena telah dicuci. Bensin pun penuh, padahal saat ia pinjam motor itu bensinnya hanya setengah saja. Kira-kira apa yang dirasakan sang pemilik motor? Ia bahkan tidak akan segan-segan menawarkan kembali motornya untuk dipinjamkan. Bahkan ia pun tidak akan segan membantunya tanpa dipinta. Beginilah berkah dari sikap berterimakasih kepada sesama manusia.

Seringkali kita mengalami bahwa ketika kita meminjam suatu barang dari orang lain, kita merasa bahwa barang tersebut seperti hak kita. Akan tetapi, ketika harus mengembalikan barang itu, kita bersikap seenaknya seolah barang itu benar-benar milik kita.

Ada orang yang terbiasa nebeng pada kendaraan orang lain disebabkan kebetulan memiliki rute satu arah. Satu kali, dua kali mungkin masih biasa-biasa saja, terasa wajar-wajar saja. Akan tetapi jika terlalu sering maka jadi lain ceritanya. Apalagi jika disengaja mencari-cari kesempatan agar bisa terus-menerus nebeng. Apabila kita terlalu sering melakukan hal seperti ini, terlalu sering membebani orang lain, maka kemungkinan besar kehormatan kita akan semakin menurun.

Sikap membebani orang lain ini berlaku juga pada sikap kebiasaan meminta-minta kepada orang lain. Yaitu sikap menggantungkan kehidupan dari meinta-minta kepada orang lain tanpa mau melakukan usaha dengan cara bekerja menjemput rezeki Allah Swt. Sikap ini jelas-jelas akan menjatuhkan kehormatan diri orang yang meminta-minta. Bahkan, sikap seperti ini dilarang oleh Rasulullah Saw. Dalam salah satu haditsnya beliau bersabda, Lebih baik seseorang bekerja dengan mengumpulkan seikat kayu bakar di punggungnya dibanding dengan seseorang yang meminta-minta lantas ada yang memberi atau enggan memberi sesuatu padanya. (HR. Bukhari)

Jika kita merasa diri sering membebani orang, maka berinisiatiflah untuk membalas budi baiknya. Ketika kita terlalu sering membebani orang lain, maka kita akan semakin banyak berutang budi. Jangan pernah enak atau betah menjadi orang yang berutang budi. Setiap orang yang ingin terjaga kemuliaan dan kehormatan dirinya, pantang hutang budi. Jikapun kita ternyata menjadi beban orang lain, maka balaslah kebaikannya sebisa mungkin dengan apa yang kita bisa. Itulah sikap syukur, mensyukuri kebaikan orang lain terhadap kita.

Jangan keenakan terlalu sering ditraktir orang. Terlalu sering menjadi orang yang ditraktir oleh orang lain akan mengikis kehormatan atau wibawa diri kita. Balaslah kebaikan orang yang sering mentraktir kita. Jika demikian sikap kita, barulah kita akan merasakan nikmat yang lebih banyak datang menghampiri kita.

Apabila seseorang terlalu sering menjadi benalu bagi orang lain, Allah akan mengurangi bahkan menghilangkan kehormatan dirinya. Sebagai contoh, seorang aparat hukum yang sedang bertugas di jalan raya. Pakaiannya gagah, sepatu hitam mengkilap, motor mantap, kaca mata hitam semakin membuatnya nampak menyegankan. Namun, tiba-tiba saja ia memberhentikan seorang pengendara motor, menilangnya tanpa alasan yang ujung-ujungnya meminta uang sogokan. Seketika itu, kehormatan dan wibawanya runtuh seruntuh-runtuhnya.

Allah Swt Maha Kaya. Tidak perlu khawatir menjadi miskin karena melakukan balas budi. Berterimakasihlah kepada orang yang pernah atau sering kita repotkan. Berterimakasihlah kepada orang yang pernah atau sering kita bebani. Balaslah kebaikannya meski ia tak pernah meminta untuk dibalas. Doakanlah dirinya, ringankahlah bebannya, bantulah urusannya. Apalagi jika orang tersebut telah menjadi jalan bagi kita untuk lebih dekat dengan Allah Swt. Sungguh, membantunya adalah sikap yang akan mendatangkan berkah tiada bertepi.

Jika orang yang akan kita berikan balas budi itu tak mau menerima budi baik kita karena takut menjadi orang yang mengharap pamrih, maka hormatilah sikapnya. Namun, tetap balaslah budi kebaikannya. Dengan cara seperti apa? Doakanlah dirinya. Mintalah kepada Allah Swt supaya Dia melimpahkan kebaikan berlipat ganda kepadanya. Mintalah kepada Allah Swt agar Dia mengampuni segala salah dan khilafnya. Demikianlah sikap mensyukuri kebaikan orang lain kepada kita.

Pembuka pintu gerbang nikmat Allah Swt adalah sikap syukur terhadap nikmat-Nya yang telah datang kepada kita. Sayangnya, kita lebih sering lupa terhadap nikmat yang sudah ada di tangan kita, dan malah sibuk berangan-angan memikirkan nikmat yang belum ada pada diri kita.

Kita telah diberikan kenikmatan berupa kemampuan menulis, membaca dan berhitung. Akan tetapi jika ditanya, masihkah ingat guru menulis kita di masa lalu, guru membaca kita di waktu kita dahulu, guru berhitung kita di kala kita masih kecil? Saat menghitung uang kekayaan, kita lupa pada guru yang telah mengajarkan kita cara berhitung. Sangat mungkin kita lupa. Ataupun jika masih ingat, kita sudah sangat lama tidak pernah tahu lagi kabar beritanya. Sementara, kita terus-menerus sibuk dengan pikiran tentang berbagai hal yang belum kita miliki.

Demikianlah kita seringkali lupa untuk sekedar berterima kasih. Kita jarang sekali mensyukuri perantara yang telah menjadi jalan datangnya nikmat Allah Swt kepada kita. Padahal sikap mensyukuri perantara nikmat Allah Swt itu adalah gerbang yang akan mengantarkan kita kepada nikmat-nikmat Allah Swt yang lain yang belum ada pada diri kita.

Seperti ke dokter. Ketika kita sakit, kita ingat dan mencari-carinya. Tapi setelah sembuh, tidak pernah ingat kepadanya, apalagi berniat untuk menghubunginya, menanyakan kabarnya, mendoakannya atau mengucapkan terima kasih atas jasa yang telah membantu menyembuhkan penyakit kita. Kita beranggapan bahwa ucapan terima kasih kepadanya sudah selesai saat kita membayar jasanya. Hubungilah ia, tanyakan kabarnya, keadaan keluarganya, kesehatannya, dan jangan sungkan berterima kasih kepadanya. Demikianlah yang dimaksud sikap mensyukuri perantara nikmat Allah Swt.

Dalam satu riwayat disampaikan bahwa Abdullah bin Abbas menceritakan, “Suatu ketika Rasulullah Saw masuk ke kamar kecil. Kemudian aku menyediakan air bersih untuk beliau pakai berwudhu. Ketika beliau selesai dari hajatnya, beliau bertanya, “Siapakah yang telah meletakkan (air wudhu) ini?” Kemudian beliau diberitahu bahwa akulah yang telah melakukannya. Maka Rasulullah Saw (membalas kebaikanku dengan) berdoa, “Ya Allah, berikanlah dia (Ibnu Abbas RA) pemahaman dalam agama”. (HR. Bukhari)

Kisah di atas memperjelas kepada kita bahwa sikap berterima kasih adalah sikap yang sudah sewajibnya kita lakukan. Tidak semata-mata Rasulullah Saw mencontohkan sikap berterima kasih kecuali ada banyak kebaikan di dalamnya. Ini adalah tuntunan Rasulullah Saw dalam urusan muamalah atau pergaulan antara sesama manusia.

Dalam haditsnya yang lain, Rasulullah Saw bersabda, Barang siapa tidak berterimakasih kepada manusia, maka dia tidak bersyukur kepada Allah.(HR. Tirmidzi).

Hadits di atas setidaknya memiliki tiga makna. Yaitu,

  1. Bahwasanya Allah Swt tidak akan menerima syukur seorang hamba-Nya atas nikmat yang telah dilimpahkan kepadanya, apabila dia tidak berterima kasih atas kebaikan yang dilakukan oleh orang lain kepadanya.

  1. Barangsiapa memiliki kebiasaan mengingkari kebaikan orang lain terhadap dirinya dan tidak bersyukur (berterima kasih) atas kebaikan mereka, maka niscaya dia memiliki tabiat atau kebiasaan mengkufuri nikmat Allah Swt, tidak mensyukuri nikmat-nikmat-Nya.

  1. Adapun makna lain yang terkandung dalam hadits di atas adalah, bahwa barang siapa tidak mensyukuri atau tidak berterima kasih atas kebaikan orang lain terhadapnya, maka dia sama saja dengan orang yang tidak bersyukur kepada Allah Swt.

Demikianlah pentingnya berterima kasih kepada  sesama manusia yang telah berbudi baik kepada kita. Jangan lupakan kebaikan yang pernah orang lain berikan kepada kita. Balaslah budi baik mereka. Ingatlah kebaikan mereka dan doakanlah mereka.

Allah Swt berfirman,
وَلَا تَنسَوُاْ ٱلۡفَضۡلَ بَيۡنَكُمۡ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعۡمَلُونَ بَصِيرٌ
Artinya: “..Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha melihat segala apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Baqarah [2]: 237).

Setiap manusia adalah makhluk sosial. Seseorang tidak bisa lepas dari interaksi dengan sesamanya. Bahkan seringkali dia harus dibantu oleh orang lain dalam memenuhi kebutuhannya dan demikian pula sebaliknya. Atas dasar inilah, kaum muslimin diperintahkan untuk saling menghormati, saling memahami kondisi dan perasaan dan saling mengasihi terhadap yang memerlukan, saling berterima kasih dan saling memberi kebaikan. Sikap demikianlah yang akan mengantarkan kita kepada nikmat-nikmat berlipatganda dari Allah Swt.

Ditulis oleh: KH. Abdullah Gymnastiar ( Aa Gym )
Beliau adalah pengasuh pondok pesantren Daarut Tauhiid Bandung – Jakarta.

mau join tausiyah gratis ?? kali ini dikhususkan kepada pengguna WA dan Android, BB silahkan untuk melakukan pendaftaran dengan cara, ketik : DAFTAR_Nama Lengkap_Kota Tinggal_Alamat Email kemudian kirimkan ke 085.643.455.685 WA atau  BB 7A722B86.

ayo invite BB 7A722B86
ayo join WA 085.643.455.685

yuk's like @[178190515563030:1]
mau kenal dengan admin ?? silahkan add fb Syarifain Ghafur
insya Allah bermanfaat.


Ayo Join Cikarsya.com



mohon bantuannya untuk menyebarluaskan status ini :) :) :). dan jangan lupa untuk like https://www.facebook.com/pages/Syarifain-Ghafur/178190515563030?ref=hl untuk mendapatkan status-status yang lain.

pokoknya bantuin #share #like dan #comment ya :) :) :)

kami mempersembahkan artikel-artikel yang insya Allah akan menginspirasi.

jangan lupa like https://www.facebook.com/ci.tion untuk menambahkan informasi terbaru terkait penawaran paket wisata, pelatihan-pelatihan, snack and catering, lowongan kerja, les dan privat tingkat sd, smp, sma/sederajat, motivasi dan lainnya.

Posting Komentar

0 Komentar