Dalam Cahaya Ilmu dan Tauhid Para Salaf
Penulis: Ummu Asma’
Muraja’ah: Ustadz Abu Sa’ad
Muraja’ah: Ustadz Abu Sa’ad
Sebagian besar umat Islam sekarang ini hatinya merasa takut dan
gemetar melihat kemajuan dan kecanggihan teknologi yang dimiliki orang
kafir. Gentar akan kehebatan dan kejeniusan mereka dalam hal IPTEK.
Memang betapa silau rasanya mata kita melihat gemerlap kemajuan mereka,
dan hal itu seringkali menggelitik sebagian di antara kita untuk jatuh
bangun berlari mengejar “ketertinggalan” kita dari mereka. Maka
berlomba-lomba kita belajar ilmu teknologi, kedokteran, kesehatan,
pertanian, siang dan malam. Sayangnya, banyak yang jadi
berlebih-lebihan dan beranggapan bahwa kemuliaan Islam akan diraih
dengan menguasai ilmu-ilmu tersebut. Benarkah demikian?
Sesungguhnya kemuliaan itu memang tidak akan dapat tercapai tanpa ilmu. Namun ilmu yang dimaksud di sini adalah ilmu syar’i, sebab hakikat kemuliaan sejati adalah menurut pandangan Allah Ta’ala. Maka siapakah orang yang mulia dalam pandangan Allah? Orang yang paling mulia dalam pandangan Allah adalah orang yang berilmu dan dengan ilmunya tersebut ia beriman serta bertaqwa pada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya:
“Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al Mujaadalah: 11)
Juga firman Allah Ta’ala yang artinya:
“Kami tinggikan derajat orang-orang yang Kami kehendaki.” (QS. Yusuf: 76)
Syaikh Abdul Malik ar-Ramadhani menukilkan perkataan Imam Malik rahimahullah tentang ayat ini dalam kitabnya Sittu Duror: “Maksudnya, (Kami tinggikan derajat mereka) dengan ilmu.”
Syaikh Abdul Malik Ar-Ramadhani masih dalam kitab yang sama
menceritakan sebuah hadist dari ‘Amir bin Watsilah bahwa Nafi’ bin
Abdul Harits pernah bertemu dengan ‘Umar di ‘Usfan. Dan ‘Umar waktu itu
mengangkatnya menjadi gubernur Makkah. ‘Umar lalu bertanya: “Siapakah yang engkau tugaskan sebagai wakilmu untuk mengawasi penduduk Wadi (Makkah)?” “Ibnu Abzi.” Jawab Nafi’. “Siapakah Ibnu Abzi itu?” ‘Umar bertanya. Nafi’ menjawab, “Dia adalah seorang budak kami yang telah dimerdekakan.” ‘Umar bertanya, “Apakah engkau menjadikan seorang mantan budak menjadi pemimpin mereka?” Nafi’ menjawab, “Dia adalah seorang yang menghafal kitabullah dan seorang alim dalam ilmu pembagian harta waris.” Lalu ‘Umar berkata, “Ketahuilah
bahwa Nabi kalian telah bersabda ‘Sesungguhnya Allah mengangkat dengan
kitab ini (Al-Qur’an) beberapa golongan dan dengannya pula Dia
merendahkan yang lainnya.'” (diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahih-nya (816) serta Ibnu Majah (218))
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Ketahuilah bahwa tidak ada illah yang haq disembah melainkan Allah, maka mohonlah ampunan bagi dosamu.” (QS. Muhammad: 19)
Al-Imam Bukhari menjadikan ayat ini pada salah satu bab dalam kitab Shahih-nya. Beliau berkata “Bab Ilmu sebelum berkata dan berbuat”, kemudian beliau mengomentari ayat tersebut: “Maka Alloh Jalla Jalaluhu telah memulai dengan ilmu sebelum berucap dan beramal.”
Syaikh Abdul Malik Ar-Ramadhani rahimahullah juga telah menukilkan sebuah perkataan yang indah dari Al-‘Alamah Ibnul Qayyim Al-Jauziah rahimahullah dalam kitabnya Sittu Duror:
“Kemuliaan ilmu itu tergantung pada apa yang dibahas, dan tidak
ragu lagi bahwa ilmu yang paling mulia dan paling agung adalah ilmu
bahwa Allah adalah Dzat yang tidak ada Ilah yang berhak disembah selain
Dia Rabbul ‘Alamin, yang menegakkan langit-langit dan bumi, Raja yang
haq dan nyata, yang memiliki seluruh sifat kesempurnaan dan jauh dari
segala cacat dan kekurangan serta dari segala penyamaan dan penyerupaan
dalan kesempurnaan-Nya. Juga tidak ragu lagi bahwa ilmu tentang Allah,
tentang nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya serta perbuatan-Nya adalah
ilmu yang paling mulia dan agung.”
Perkataan beliau tersebut menyiratkan bahwa ilmu yang paling utama
adalah ilmu tentang tauhid, sebagaimana perkataan beliau selanjutnya:
“Dan ilmu tentang Allah merupakan pokok serta dasar pijakan
semua ilmu. Bararangsiapa mengenal Allah, dia akan mengenal yang
selain-Nya dan barangsiapa yang tidak mengenal Rabb-Nya, terhadap yang
lain dia lebih tidak mengenal lagi.”
Mengapa ilmu tentang tauhid begitu penting kedudukannya menurut pandangan para ulama?
Syaikh Abdul Aziz bin Adullah bin Baz mengatakan dalam kitabnya Al-Ilmu wa Akhlaaqu Ahlih (edisi Indonesia: Ilmu dan Akhlak Ahli Ilmu):
Bukanlah tujuan berilmu itu agar engkau menjadi seorang ‘alim atau
agar engkau diberi ijazah yang diakui dalam suatu bidang ilmu. Namun
tujuan di belakang semua itu adalah supaya engkau beramal dengan ilmu
yang engkau miliki, agar engkau mengarahkan manusia kepada kebaikan.
Beliau menyebutkan:
Karena dengan ilmu-lah seseorang sampai pada pengetahuan tentang
kewajiban yang paling utama dan paling agung, yaitu men-tauhid-kan
Allah dan mengikhlaskan ibadah untuk-Nya. Sebagaimana sudah kita
ketahui bahwa Islam didirikan atas lima dasar yang disebut rukun Islam,
dan dasar yang pertama adalah syahadah Laa Ilaha illallah
(tidak ada sesembahan yang haq selain Allah) yang melahirkan
konsekuensi bagi yang mengucapkannya untuk beriman pada Allah dan hanya
beribadah kepada-Nya. Allah berfirman dalam kitab-Nya yang artinya: “Sembahlah
Allah olehmu sekalian, sekali-kali tidak ada sesembahan yang haq
selain daripada-Nya. Maka, mengapa kamu tidak bertaqwa (kepada-Nya).” (QS. Al-Mukminuun: 32)
Beribadah kepada Allah adalah tujuan utama hidup manusia di dunia ini, sebagaimana firman Allah Ta’ala yang artinya:
“Dan, Aku tidak menciptakan manusia dan jin melainkan untuk menyembah-Ku.” (QS. Adz-Dzariat: 56)
Dalam beribadah terdapat dua syarat agar amal ibadah diterima, yaitu ikhlas dan sesuai petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Orang yang tidak memiliki ilmu tidak akan mengetahui bagaimana caranya
ikhlas dan bagaimana beribadah sesuai tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Betapa banyak ahli ibadah yang terjerumus dalam bid’ah karena
berlebih-lebihan dalam beribadah dengan menambah atau mengurangi
ibadahnya padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, yang artinya:
“Janganlah kamu sekalian mengada-adakan urusan-urusan yang baru
(dalam agama), karena sesungguhnya mengadakan hal yang baru adalah
bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat.” (Hadits Riwayat Abu Daud, dan At-Tirmidzi, hadits hasan shahih)
Demikian pula dengan realita bahwa sebagian umat Islam banyak yang
terjerumus dalam kesyirikan. Apa yang menyebabkan terjadinya hal itu?
Tidak lain adalah karena mereka tidak mengetahui mana yang sunnah dan
mana yang bid’ah, mana yang tauhid dan mana yang syirik, dan semua itu
tidak akan diketahui kecuali dengan belajar ilmu syar’i. Ilmu akan
menunjukkan bagaimana tata cara ibadah yang benar dan sesuai dengan
tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam serta
menunjukkan pada pemahaman tauhid yang bersih dari syirik sebagaimana
jalannya Rasulullah dan para shahabat sebagai sebaik-baik salaf bagi
kita. Sesungguhnya kejayaan umat Islam akan dapat diraih dengan
menjalankan agama ini, dan hal itu hanya akan diraih dengan ilmu
syar’i. Wallahu a’lam.
Maraji':
- Sittu Duror karya Syaikh Abdul Malik Ar-Ramadhani
- Ilmu dan Akhlak Ahli Ilmu karya Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
***
Artikel www.muslimah.or.id
0 Komentar